• dcc.dp@undipa.ac.id
  • Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan III, BTN Hamzy Blok Q No.3, Makassar, Indonesia

Deepfake, Keamanan Kuantum, dan Ransomware di 2025

Farhan Arif 5 Comments Maret 09, 2025

Deepfake, Keamanan Kuantum, dan Ransomware di 2025

Dunia siber terus berkembang dengan cepat, tetapi seiring kemajuan teknologi, ancaman yang menyertainya pun semakin kompleks. Memasuki Maret 2025, sejumlah tren baru dalam keamanan siber mulai mendominasi diskusi para ahli. Dari serangan berbasis kecerdasan buatan hingga persiapan menghadapi ancaman komputer kuantum, perusahaan dan individu harus lebih waspada dari sebelumnya.

Salah satu tantangan terbesar tahun ini adalah meningkatnya penggunaan deepfake dalam skema kejahatan digital. Teknologi yang awalnya hanya digunakan untuk hiburan kini menjadi alat bagi penipu untuk menciptakan video atau suara palsu yang sangat meyakinkan. Kasus terbaru menunjukkan bagaimana deepfake digunakan dalam serangan phishing tingkat tinggi, di mana seorang eksekutif perusahaan ditipu oleh video rekaan yang meniru bosnya, sehingga tanpa curiga ia mentransfer dana dalam jumlah besar. Dengan semakin canggihnya AI, deteksi deepfake menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan teknologi.

Di sisi lain, ancaman yang lebih futuristik mulai mendapat perhatian serius: keamanan kuantum. Walaupun komputer kuantum yang benar-benar mampu memecahkan enkripsi modern masih dalam tahap pengembangan, para ahli khawatir bahwa peretas bisa mulai menyimpan data terenkripsi hari ini untuk kemudian membukanya di masa depan menggunakan teknologi kuantum. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk mulai berinvestasi dalam algoritma enkripsi baru yang diklaim lebih tahan terhadap serangan kuantum.

Namun, ancaman yang lebih konvensional seperti ransomware juga terus berkembang. Jika sebelumnya serangan ini hanya mengunci data korban dan meminta tebusan, kini pelaku juga mengancam akan membocorkan informasi sensitif ke publik jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Teknik-teknik baru yang memanfaatkan kecerdasan buatan membuat serangan semakin sulit dideteksi, bahkan oleh sistem keamanan yang sudah canggih sekalipun.

Untuk menghadapi berbagai ancaman ini, semakin banyak organisasi yang mengadopsi pendekatan keamanan "zero-trust". Konsep ini menganggap bahwa tidak ada perangkat atau pengguna yang bisa dipercaya begitu saja, sehingga setiap akses ke sistem harus divalidasi terlebih dahulu. Sementara itu, perusahaan juga mulai beralih ke platform keamanan terpadu agar dapat merespons serangan dengan lebih cepat dan efisien.

Dalam beberapa bulan ke depan, regulasi terkait keamanan siber juga diprediksi akan semakin ketat. Pemerintah di berbagai negara mulai menuntut lebih banyak transparansi dalam penggunaan AI, serta meningkatkan standar keamanan bagi perusahaan yang menangani data pengguna. Dengan semakin kompleksnya lanskap ancaman siber, tampaknya 2025 akan menjadi tahun yang menantang sekaligus penuh inovasi bagi dunia keamanan digital.

  • Share: